Irfan Kurniawan (30) mengalami luka
bacokan yang cukup parah setelah dikeroyok lima orang yang mengaku berasal dari
organisasi kemasyarakatan tertentu. Warga Pondok Labu, Cilandak, Jakarta
Selatan, itu pun harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
"Kejadiannya di perempatan DDN,
Pondok Labu, tengah hari," kata Komisaris Nuredy Irwansyah, Kapolsek Metro
Cilandak saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat (14/12/2012).
Peristiwa tersebut berawal saat
Irfan sedang mengatur lalu lintas yang macet di perempatan DDN. Tiba-tiba
muncul rombongan pelaku yang mengendarai sepeda motor dan menyerobot jalur.
Melihat tingkah tersebut, Irfan
langsung menegur salah seorang pelaku. Namun, teguran itu justru tidak diterima
oleh pelaku yang langsung menghentikan kendaraannya.
"Tegurannya dijawab dengan
keras juga. Kata dia, kamu nggak tahu apa saya ini anggota ormas," kata
Nuredy menirukan ucapan pelaku.
Dibantu rekan-rekannya, pelaku
lantas membacok korban dengan menggunakan senjata tajam jenis golok. Korban
yang terluka parah di bagian tangan, kepala bagian belakang, dan punggung,
kemudian dilarikan warga ke RS Marinir Cilandak untuk mendapat bantuan medis.
Sementara itu, petugas kepolisian
langsung melakukan pengejaran setelah mendapatkan keterangan dari beberapa
saksi dari lokasi kejadian.
Analisa
Hukum pidana adalah
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam
dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum.
Syarat suatu perbuatan atau peristiwa dikatan sebagai
peristiwa pidana adalah:
a.
Ada perbuatan atau kegiatan.
b.
Perbuatan harus sesuai dengan apa
yang dilukiskan/dirumuskan dalam ketentuan hukum.
c.
Harus terbukti adanya kesalahan yang
dapat dipertanggungjawabkan.
d.
Harus berlawanan/bertentangan dengan
hukum.
e.
Harus tersedia ancaman hukumnya.
Kasus diatas termasuk suatu
peristiwa pidana karena kasus tersebut memenuhi syarat-syarat peristiwa pidana,
dimana terjadi penganiayaan, pengeroyokan dan pembacokan terhadap Irfan oleh
lima orang yang mengaku sebagai ormas tersebut. Ini dibuktikan dengan adanya
laporan dari beberapa saksi di TKP yang langsung melaporkan kepada aparat
kepolisian stempat. Disini jelas bahwa perbuatan kelima orang tersebut
melanggar hukum, yakni pasal 351,354, dan 358 KUHP tentang Penganiayaan.
Kasus ini khususnya diatur dalam
pasal 351 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “Penganiayaan diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah” dan “Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun”.
Kemudian diatur juga dalam pasal 354
ayat 1 yang berbunyi: “Barang siapa sengaja melukai berat orang lain,
diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun”.
Dan untuk pengeroyokannya diatur
dalam pasal 358 (1) yang berbunyi: “Mereka yang sengaja turut serta
dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat beberapa orang, selain
tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya,
diancam: dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat
penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat”.
Jadi untuk pelaku pembacokannya
akan dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351 ayat 1 dan 2, dan 354 ayat 1 KUHP,
sedangakan teman-teman yang membantu orang yang membacok tersebut
dikenai hukuman sesuai dengan pasal 351 ayat 1 dan pasal 358 KUHP.
Kasus Perdata
Pengadilan Negeri (PN) Sleman
akhirnya mengeksekusi tanah milik Juminten di Dusun Pesanggrahan, Desa
Pakembinangun,Kecamatan Pakem, Sleman.
Sempat terjadi ketegangan saat
proses eksekusi yang melibatkan puluhan aparat kepolisian ini, tapi tidak
terjadi tindakan anarkistis. Saat proses eksekusi tanah tersebut,PN Sleman
membawa sebuah truk untuk mengangkut barang-barang pemilik rumah serta
backhoeuntuk menghancurkan rumah yang tampak baru berdiri di atas tanah seluas
647 meter persegi. ”Kami hanya melaksanakan perintah atasan,” kata Juru Sita PN
Sleman Sumartoyo kemarin.
Lokasi tanah yang berada di pinggir
Jalan Kaliurang Km 17 ini merupakan tanah sengketa antara Juminten dengan
Susilowati Rudi Sukarno sebagai pemohon eksekusi. Kasus hukum yang telah
berjalanselamatujuh tahun ini berawal dari masalah utang piutang yang dilakukan
oleh kedua belah pihak, utang yang dimaksud disini adalah juminten berhutang
tentang pembuatan sertifikat tanah serta tidak mau mengganti rugi uang yang sudah
diberi oleh susilowati .
Klien kami telah membeli tanah ini
dan juga sebidang tanah milik Ibu Juminten lainnya di daerah Jalan Kaliurang Km
15 seharga Rp335 juta.Total tanah ada 997 meter persegi.Masalahnya berawal saat
termohon tidak mau diajak ke notaris untuk menandatangani akta jual beli,
padahal klien kami sudah membayar lunas,” papar Titiek Danumiharjo,
kuasa hukum Susilowati Rudi Sukarno. Kasus ini sebenarnya telah sampai tingkat
kasasi, bahkan peninjauan ulang. Dari semua tahap,Susilowati Rudi Sukarno
selalu memenangkan perkara.
Pihak Juminten yang tidak terima
karena merasa tidak pernah menjual tanah milik mereka, berencana menuntut balik
dengan tuduhan penipuan dan pemalsuan dokumen. ”Kami merasa tertipu, surat
bukti jual beli palsu,”tandas L Suparyono, anak kelima Juminten.
Analisa
Hukum perdata adalah ketentuan hukum
materil yang mengatur hubungan antara orang/individu yang satu dengan yang
lain. Hukum perdata berisi tentang hukum orang, hukum keluarga, hukum waris dan
hukum harta kekayaan yang meliputi hukum benda dan hukum perikatan.
Kasus diatas termasuk kasus perdata
khususnya perikatan karena telah terjadi persetujuan antara Juminten dengan
Susilowati dalam hal jual-beli tanah. Dalam hukum perdata peristiwa yang dapat
dikategorikan sebagai hukum perikatan adalah jka terjadi suatu ikatan
persetujuan antara 2 pihak yang melahirkan hak dan kewajiban diantara keduanya
dalam lingkup hukum kekayaan.
Tetapi dalam kasus diatas telah
terjadi suatu sengketa tanah antara Juminten dan Susilowati. Sengketa ini
berawal dari utang piutang yang mana Juminten berhutang tentang pembuatan
sertifikat tanah serta tidak mau mengganti rugi uang yang sudah diberi oleh
Susilowati. Dalam kasus ini, Juminten dianggap merugikan Susilowati, karena
sudah dianggap menipu berupa tidak maunya Juminten membuat akta sertifikat
tanah dan dari itu pula Juminten tidak mau menggabti dengan uang, karena
Juminten beranggapan tidak pernah menjual tanh miliknya kepada Susilowati,
padalah penyimpanan atau pendaftaran tanah itu wajib demi terlaksanakannya
kepastian hukum. Sehingga Juminten dianggap ingkar janji (wanprestasi) atau
tidaak memenuhi perikatan tersebut.
Dalam KUH Perdata pasal 1366
berbunyi “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatanya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Disini jelaslah bahwa Juminten
melanggar UU tersebut.
Terus
kunjungi blog aksell17 ini ya J
Insa
Allah saya akan terus mengupdate blog ini setiap hari nya
By
: aksell17
Semoga bermanfaat !!!
0 komentar:
Posting Komentar